Efektifitas pengoperasian suatu sistem terapung di laut, baik kapal atau bangunan apung lainnya, pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kelayak lautan (seaworthiness) dari sistem tersebut. Dengan demikian seaworthiness, yang selanjutnya merupakan indikasi keselamatan di laut, akan menjadi salah satu kriteria utama yang harus dipenuhi okh sistem yang dirancang. Keselamatan di taut, dalam hal ini meliputi keselamatan anak buah kapal (ABK), barang-barang angkutan, penumpang, dan sistem itu sendiri. Dari gambaran ini seaworthiness dapat dikatakan sebagai istilah umum yang menunjukkan kemampuan sistem untuk tetap selamat (survive) pada segala bahaya di laut, seperti tubrukan, kandas, dan efek lain yang berkaitan dengan cuaca buruk.
Kalau seaworthiness pada umumnya dijadikan sebagai indikasi keselamatan pada kondisi ekstrem, maka satu terminologi lain, yaitu seakindliness, lebih memberikan indikasi mengenai karakteristik respons sistem terapung terhadap kondisi lingkungan laut yang tidak terlalu buruk. Kriteria-kriteria seperti pengoperasian yang ekonomis dalam kaitannya dengan kemampuan menjaga kecepatan, memperkecil kemungkinan kerusakan komponen sistem dan barang yang diangkut, serta kenyamanan bagi penumpang dan ABK, adalah merupakan faktor faktor yang termasuk dalam kategori seakindliness. Untuk kapal-kapal perang, seakindliness meliputi juga kemampuan operasi yang efektif dari peralatan-peralatan elektronik, mekanis, dan persenjataan di atas geladak.
Kedua kriteria umum sistem laut terapung, yaitu seaworthiness dan seakindliness tersebut, pada dasarnya dapat dipenuhi dengan mempertimbangkan kualitas unjuk kerja sistem, atau diistilahkan sebagai seakeeping. Seakeeping, sebagai indikasi teknis pengoperasian adalah merupakan suatu subyek yang cukup luas, yaitu menyangkut , antara lain, gerakan sistem terapung (amplitudo, percepatan, phase), kebasahan geladak (deck wetness), hempasan gelombang (slamming), beban-beban hidrodinamis (tekanan, gaya, momen}, beban-beban transient dan sebagainya.
Karena kualitas seakeeping banyak dipengaruhi oleh beban lingkungan laut, maka karakteristik gelombang, sebagai faktor beban luar yang paling dominan, harus dipelajari secara mendasar dan sebagai bagian terpadu dari keseluruhan proses evaluasi seakeeping Pada evaluasi seakeeping nantinya, keganasan (severity) lautan tentu saja tidak dapat didefinisikan secara absolut. Hal ini terutama karena untuk tiap-tiap sistem, baik kapal ataupun anjungan terapung, ukuran intensitas kondisi laut (sea state) hanya dapat ditentukan dengan mengacu pada besarnya respons dari sistem secara individu. Dengan demikian, batas keganasan gelombang akan berlaku berbeda-beda untuk tiap-tiap sistem. Secara jelasnya, kondisi laut 4 (sea state 4) mungkin sudah sangat ekstrem untuk pengoperasian kapal-kapal patroli kecil, namun untuk kapal kontainer besar kondisi laut yang demikian masih cukup aman untuk pelayaran. Dari pertimbangan ini maka perlulah dipakai suatu parameter standar yang akan diterapkan dalam menguji kualitas seakeeping secara absolute, yaitu yang dikenal sebagai kriteria seakeeping.
(Prof. Eko Budi Djatmiko, Dosen Kelautan ITS)
0 komentar:
Post a Comment